Pemanasan global (global warming) adalah peningkatan secara gradual suhu permukaan bumi dan lautan global akibat efek emisi gas rumah kaca (terutama CO2) dari aktivitas manusia (antropogenik). Akibat pemanasan global terjadinya perubahan iklim (climate change). Perubahan iklim dapat mencairkan es di kutub, terjadi perubahan arah dan kecepatan angin, meningkatkan badai atmosfir, seperti angin puting beliung, gelombang pasang, meningkatkan intensitas petir, perubahan pola tekanan udara, perubahan pola curah hujan (banjir dan longsor serta kekeringan), dan siklus hidrologi, serta perubahan ekosistem, hingga bertambahnya jenis organisme penyebab penyakit.
Dampak dari banjir dan longsor terjadi erosi yang merusak lahan-lahan subur, terjadinya sedimentasi di sungai, danau dan laut, pendangkalan sungai yang makin mempermudah banjir. Kenaikan permukaan air laut baik oleh sedimentasi maupun oleh mencainya es di kutub, akan terjadi intrusi air laut. Intrusi berakibat air tanah menjadi asin yang dapat merusak tanah dan tanaman. Yang lebih mengerikan lagi, laut akan merendam lahan pertanian di dataran rendah serta pemukiman penduduk.
Penyebab pemanasan global dan perubahan iklim adalah meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfir oleh penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas, dan batubara. Serta diperparah oleh perubahan lingkungan, rusaknya hutan, tidak adanya kawasan penyangga baik dipantai maupun di daratan.
Pemanasan global dan perubahan iklim sangat sulit untuk dihambat namun dampaknya dapat diperlambat terhadap lingkungan bumi. Mitigasinya (pencegahan) kurangi penggunaan bahan bakar fosil. Hentikan penebangan hutan, hutankan kembali kawasan yang telah rusak dan daerah pantai. Lakukan adaptasi disemua sektor terhadap lingkungan iklim yang telah berubah, diantaranya rekayasa genetika tanaman agar sesuai dengan suhu bumi dewasa ini.
Pemanasan global (global warming) adalah peningkatan secara gradual suhu permukaan bumi an lautan secara global akibat efek emisi gas rumah kaca (terutama CO2) dari aktivitas manusia (antropogenik). Akibat pemanasan global, terjadinya perubahan iklim (climate change) berupa perubahan pola angin (arah dan kecepatan angin), pola tekanan udara, meningkatkan badai atmosfir, perubahan pola curah hujan, dan siklus hidrologi serta perubahan ekosistem, hingga bertambahnya jenis organisme penyebab penyakit yang berdampak pada kesehatan. Diperkirakan planet bumi ini bakal mengalami kenaikan suhu rata-rata 3,5 oC memasuki abad mendatang sebagai efek akumulasi penumpukan gas rumah kaca (GRK) di atmosfir. Diprediksi peningkatan suhu satu derajat celsius saja bisa memicu melelehnya lapisan es di kutub dunia sehingga permukaan laut akan naik menjadi beberapa meter. Peningkatan muka laut 1 m saja akan mampu menggusur puluhan juta orang akibat terendamnya kota dan desa di kawasan pesisir, lahan pertanian produktif akan hancur terendam dan persediaan air tawar akan tercemar. Pemanasan global saat ini telah semakin menunjukkan wujudnya. Musim kemarau yang semakin lama dan lebih kering, musim penghujan yang semakin pendek dengan intensitas tinggi, hingga suhu permukaan bumi yang semakin meningkat Bencana ekologi kian semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia. Kejadian banjir, kekeringan dan longsor angin puting beliung dan badai tropis telah menjadi berita biasa. Bahkan di tahun ini, kejadian banjir telah menjadi sebuah kejadian yang sangat luar biasa dibandingkan tahun sebelumnya, karena telah terjadi dalam waktu yang lebih lama dan wilayah kejadian yang lebih luas, terutama di Jawa. Badai di lautan Hindia pada Februari 2008 ini telah berdampak pada kapal tidak bisa berlayar membawa batubara untuk PLTU sehingga terpaksa terjadi pemadaman listrik di Jawa dan Bali. Ribuan orang meninggal dan kehilangan tempat tinggal oleh Badai Gustav, Hanna dan Ike di Atlantik yang memporak porandakan beberapa negara bagian Amerika Serikat, Bahama, Haiti, dan Kuba bulan September 2008.
Pemanasan global (global warming) adalah peningkatan secara gradual suhu permukaan bumi an lautan secara global akibat efek emisi gas rumah kaca (terutama CO2) dari aktivitas manusia (antropogenik). Akibat pemanasan global, terjadinya perubahan iklim (climate change) berupa perubahan pola angin (arah dan kecepatan angin), pola tekanan udara, meningkatkan badai atmosfir, perubahan pola curah hujan, dan siklus hidrologi serta perubahan ekosistem, hingga bertambahnya jenis organisme penyebab penyakit yang berdampak pada kesehatan. Diperkirakan planet bumi ini bakal mengalami kenaikan suhu rata-rata 3,5 oC memasuki abad mendatang sebagai efek akumulasi penumpukan gas rumah kaca (GRK) di atmosfir. Diprediksi peningkatan suhu satu derajat celsius saja bisa memicu melelehnya lapisan es di kutub dunia sehingga permukaan laut akan naik menjadi beberapa meter. Peningkatan muka laut 1 m saja akan mampu menggusur puluhan juta orang akibat terendamnya kota dan desa di kawasan pesisir, lahan pertanian produktif akan hancur terendam dan persediaan air tawar akan tercemar. Pemanasan global saat ini telah semakin menunjukkan wujudnya. Musim kemarau yang semakin lama dan lebih kering, musim penghujan yang semakin pendek dengan intensitas tinggi, hingga suhu permukaan bumi yang semakin meningkat Bencana ekologi kian semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia. Kejadian banjir, kekeringan dan longsor angin puting beliung dan badai tropis telah menjadi berita biasa. Bahkan di tahun ini, kejadian banjir telah menjadi sebuah kejadian yang sangat luar biasa dibandingkan tahun sebelumnya, karena telah terjadi dalam waktu yang lebih lama dan wilayah kejadian yang lebih luas, terutama di Jawa. Badai di lautan Hindia pada Februari 2008 ini telah berdampak pada kapal tidak bisa berlayar membawa batubara untuk PLTU sehingga terpaksa terjadi pemadaman listrik di Jawa dan Bali. Ribuan orang meninggal dan kehilangan tempat tinggal oleh Badai Gustav, Hanna dan Ike di Atlantik yang memporak porandakan beberapa negara bagian Amerika Serikat, Bahama, Haiti, dan Kuba bulan September 2008.
Sementara di sebagian wilayah lain di dunia musim dingin lebih dingin dan musim panas lebih hangat. Tanah-tanah merekah dan tak cukup baik untuk diusahakan sebagai lahan pertanian. Krisis air bersih juga melanda wilayah-wilayah tertentu. Perubahan iklim juga mengakibatkan semakin meluasnya penyebaran penyakit dan munculnya jenis-jenis penyakit baru, yang belum ditemukan obatnya.
GLOBAL WARMING (PEMANASAN GLOBAL)
Gambar 1. Mekanisme kejadian Efek Rumah Kaca di alam
Para ilmuan telah membuat prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap perubahan cuaca (climate change), tinggi permukaan air laut, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan. Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit). Para ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4-5,8 oC (2,5-10,4 oF) pada tahun 2100. Kenaikan temperatur ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9-100 cm (4-40 inchi), menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering, serta dibarengi dengan erosi sehingga merusak tanah dan perairan akibat terjadinya sedimentasi, permukaan sungai dan danau serta laut makin naik.
Pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Pemanasan global atau meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi telah semakin menunjukkan wujudnya. Musim kemarau yang semakin lama, musim penghujan yang semakin pendek dengan intensitas tinggi, hingga suhu permukaan bumi yang semakin meningkat. Sesuai laporan IPPC (2005) peningkatan shu dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Anomali suhu udara sejak tahun 1880 s/d 2004
Para ahli telah sepakat sebagai penyebabnya adalah makin meningkatnya gas rumah kaca di atmosfir terutama CO2 , hasil pengamatan konsentrasi CO2 diatmosfir, seperti yang disajikan dalam Gambar 3. Dalam Gambar 3 dapat dilihat konsentrasi CO2 terus meningkat sejak pengamatan tahun 1973 sampai tahun 2004 di beberapa tempat di dunia..
Gambar 3. Hasil pengukuran CO2 di atmosfir
Penghilangan pepohonan (pembalakan hutan) telah mengakibatkan berkurangnya kemampuan penyerapan gas rumah kaca, serta meningkatkan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer. Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan. Seperti yang dilaporkan IPPC (2005), kenaikan suhu udara sejalan dengan kenaikan permukaan air laut seperti yang disajikan dalam Gambar 4. Dampak terparah perubahan iklim diperkirakan ribuan pulau (kecil) di dunia termasuk di Indonesia akan tenggelam pada tahun 2070. Indonesia juga akan mengalami krisis air, kekeringan, banjir, wabah penyakit, dan kekurangan pangan akibat meningkatnya suhu rata-rata yang diprediksi akan mencapai 4,2 oC karena peningkatan emisi gas rumah kaca. "Peningkatan emisi CO2 (2 x lipat) juga akan berdampak pada meningkatnya kasus malaria, yakni 20 persen. Sedangkan demam berdarah kemungkinan bisa empat kali lipat." Sementara itu, dilaporkan emisi CO2 sempat
A B |
Gambar 4. Peningkatan suhu udara global (A), peningkatan permukaan laut (B)
mencapai sekitar 275 juta ton pada tahun-tahun sebelum krisis (1997). Sedangkan, data International Governmental Panel of Climate Change (IPCC) sejak tahun 1990 menunjukkan kenaikan gas rumah kaca, (metan, CO2, dan sulfur) dan berpengaruh pada peningkatan suhu bumi. IPCC memperkirakan kenaikan itu akan berkisar antara 1,6-4,2 derajat Celsius pada tahun 2050 atau 2070. Lebih lanjut dia menjelaskan, kenaikan suhu dua derajat Celsius pada tahun tersebut akan setara dengan konsentrasi gas-gas rumah kaca sekitar 550 ppmv (part per million volume), bahkan mencapai 750-1.000 ppmv. Kenaikan permukaan air laut diperkirakan mencapai 60 cm akibat CO2 meningkat (dua kali lipat), sehingga dipastikan setidaknya akan ada 800.000 rumah dan bangunan di tepi pantai di Indonesia tergenangi air laut. Hal itu menimbulkan kerugian mencapai Rp 30 miliar. Sekitar 1.000 km jalan utama di pesisir dan paling tidak lima pelabuhan akan rusak parah. Sehingga menimbulkan kerugian sekitar Rp 42 miliar, belum termasuk kerugian di sektor pariwisata karena punahnya terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut (Rp 4 miliar per tahun). Yang lebih menyedihkan, Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau kecil.
Jika tidak ada tindakan untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) mulai sekarang ini, para ahli memprediksi, keadaan DUNIA pada tahun 2050 akan mengalami:
- Resor Ski di pegunungan Alpen ditutup karena kekurangan salju,
- Pantai-pantai Mediterania akan hilang dengan meningkatnya permukaan air laut,
- Gurun Sahara bergerak dari mediterania ke arah selatan Spanyol dan Sicilia,
- Kekurangan air di Timur tengah, hilangnya delta sungai Nil,
- Sepertiga bagian Bangledesh terendam,
- Hilangnya kepulauan Maldives,
- Hutan-hutan rusak akibat panas dan kekeringan (Kanada, Mesir, Amazon),
- Pencairan es di Arctic , punahnya beruang kutub,
- Pelelehan es disertai tanah longsor, rusaknya pondasi pipa saluran minyak, rumah dan jalan raya,
- Ancaman topan/badai di Florida dan bagian Selatan Sovyet. Perusahaan asuransi mengalami kebangrutan, karena banyak banyak membayar ganti rugi.
Perubahan iklim akan memberikan implikasi yang besar pada berbagai sektor. Bencana alam terkait cuaca dan iklim akhir-akhir ini cenderung makin meningkat.
Keadaan Global
- Sejak tahun 50-an, jumlah kematian akibat bencana iklim mengalami peningkatan sekitar 50% untuk setiap dekade (Kreimer and Munasinghe, 1991)
- Kerugian ekonomi juga meningkat 14 kali lipat dibandingkan tahun 50-an, e.i. 50-100 billion USD (World Disaster Report, 2001)
- Diperkirakan dimasa depan (2050), secara global korban jiwa akibat bencana iklim bisa mencapai 100,000 jiwa/tahun dan kerugian ekonomi mencapai 300 billion USD per tahun (SEI, IUCN, IISD, 2001)
Keadaan Indonesia
- Bencana alam Indonesia (1907-2007); 20 bencana alam yang menimbulkan kerugian ekonomi dan korban manusia terbesar dalam periode 1907-2007 umumnya merupakan bencana alam terkait iklim, banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan dan semuanya terjadi setelah tahun 1970-an.
- Kasus demam berdarah meningkat secara signifikan pada tahun-tahin La-Nina (musim hujan diatas normal) (sumber:www.tempointeraktif.com)
- Penelitian Rajab et al (2007) menunjukkan bahwa produksi listrik Saguling, Cirata dan Jatiluhur menurun dengan laju 97, 65, dan 50 GWh per tahun. Penurunan produksi semakin besar pada tahun-tahun El-Nino (musim kemarau diatas normal).
- Persentase aliran 25 sungai dengan debit rendah yang berpotensi menimbulkan resiko kekeringan dan sebaliknya dengan debit tinggi yang berpotensi menimbulkan banjir semakin meningkat (dianalisis dari data Loebies, 2001)
- Perubahan masuknya awal musim dan panjang musim hujan akan merubah pula pola pertanian terutama untuk Jawa dan Bali (Wilayah Indonesia bagian Selatan Indonesia).
- Semakin pendeknya Musim Hujan (MH) akan berdampak pada sulitnya upaya meningkatkan jangka penanaman apabila tidak ada varietas yang berumur lebih pendek, merehabilitasi dan mengembangkan jaringan irigasi yang ada.
- Meningkatnya curah hujan pada MH dan menurunnya hujan pada Musim Kemarau (MK) akan meningkatkan resiko kebanjiran pada MH dan resiko kekeringan pada MK, terutama untuk Sumatera dan Kalimantan Bagian Utara.
Sumatera Utara
- Intersitas curah hujan cenderung tinggi menyebabkan bencana banjir lebih sering terjadi
- Kejadian angin puting beliung yang semakin meningkat
- Diduga beberapa pulau yang memiliki dpl rendah seperti Pulau Berhala terancam tenggelam
- Wabah demam berdarah semakin sering terjadi terkait dengan perkembangan cuaca dan iklim
- Daerah yang memiliki altitude yang relatif tinggi seperti Berastagi yang selama ini dikenal berhawa sejuk, akhir-akhir ini sudah sering mengalami suhu yang kurang nyaman.
- Komoditas kelapa sawit yang selama ini dikenal hanya tumbuh baik serta produktif pada altitude 0-500 m dpl, akhir-akhir ini hingga pada altitude >600 m dpl pun sudah ada yang sesuai dengan tanaman kelapa sawit (contoh: Kelapa sawit di bekas kebun teh Marjandi yang mulai produktif)
- Dan lain-lain
Lanjut baca : MITIGASI MEMPERLAMBAT PERUBAHAN IKLIM
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. 2006. Perubahan iklim merupakan bukti kegagalan pengelolaan lingkungan hidup. WALHI: http//www.walhi.or.id
Alex.Heikens@undp.org. 2008. Climate Change Adaptation Programming. Makalah Kongres PERHIMPI, 16 Januari 2008 Jakarta.
Darsiman, B. 1994. Isu Perubahan Iklim Bumi dan Pola Pemantauan Suhu Udara di Medan. Makalah disajikan dalam Seminar Sehari HMD BMG Wil.I Medan, 7 April 1994. 18 pp
Darsiman, B. 1995. Perubahan Iklim Bumi dan pengaruhnya terhadap Pertanian. Makalah disajikan dalam Seminar Ilmiah FKK-HIMAGRI KTW.I di FP-UISU Medan, 14 Oktober 1995
Dewanti Lestari. 2006. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, Benarkah Sedang Terjadi Antara New. Jakarta.
Hanif, F. 2007. Mitigasi Global Warming. http://library.pelangi.or.id
Murdiyarso, D. 2003. Sepuluh tahun perjalanan negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Nursyirwan. I. 2008. Kebijakan dan program sektor sumberdaya air dalam menghadapi perubahan iklim. Makalah Kongres PERHIMPI, 15 Januari 2008 Jakarta.
Sri Woro, B. Haijono. 2007. Global warming, pengaruhnya secara Global dan nasional serta kaitannya dengan isu Indonesia, sebagai Negara Emitor ke-3 Dunia. Seminar Nasional Ikatan Geograf Indonesia (IGI). 24-25 Nopember 2007. Unimed. Medan
URL http://www.antara.co.id/arc/2007/4/23/pemanasan-global-menjadi-tanggungjawab-bersama/)
0 komentar:
Post a Comment