MITIGASI MEMPERLAMBAT PERUBAHAN IKLIM

Langkah-langkah yang sedang di diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Upaya saat ini adalah memperlambat effek yang timbul oleh perubahan iklim, atau populer dewasa ini adalah melakukan adaptasi, sampai seberapa jauh hasilnya, Wallahualam. Bahkan kelompok yang pesimis mengatakan tidak mungkin kita memutar jarum jam kembali seperti keadaan bumi 100 tahun yang lalu.



Kerusakan yang parah dapat diminimalisir dengan berbagai cara, seperti secara bertahap kurangi penggunaan bahan bakar fosil, menggantikan dengan bahan bakar alternatif ramah lingkungan seperti biofuel. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Atau menghutankan kembali kawasan pantai dengan tanaman bakau atau nipah. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi, lahan yang ditinggalkan dihutankan kembali. Hentikan pembalakan hutan, hutankan kembali lahan-lahan yang telah kritis.

Mitigasi pemanasan global yang lebih kongrit dapat dilakukan dengan langkah sbb:

  1. melakukan Konservasi dan Efisiensi Energi (Mengurangi penggunaan kendaraan, meningkatkan efisiensi alat pemanas, pendingin, lampu dan alat-alat rumah tangga lainnya, Meningkatkan efisiensi PLTU batubara),
  2. melakukan penangkapan dan penyimpanan karbon, yaitu Memperkenalkan sistem penangkapan CO2 dan menginjeksikannya ke lapisan tanah dalam (formasi batuan) dari PLTU batubara skala besar atau gas, menggunakan sistem penangkapan pada produksi hidrogen dari bahan bakar batubara untuk milyaran kendaraan bermotor. Menggunakan sistem penangkapan dalam proses pembuatan bahan bakar sintetis dari batubara sebanyak 30 juta barel per harinya.
  3. menggunakan Bahan Bakar Rendah Karbon, diantaranya mengganti PLTU batubara dengan bahan bakar gas.
  4. menggunakan Energi terbarukan dan Biostorage, diataranya energi angin, energi matahari/tenaga surya, hidrogen, meningkatkan produksi ethanol untuk biofuel, menghentikan pengggundulan/perusakan hutan, dan mengembangkan konservasi pengolahan lahan untuk tanaman.
  5. WWF memberikan teladan konkret perubahan budaya dimulai dari desain arsitektur rumah yang respek terhadap sinar matahari dan sirkulasi udara untuk menghasilkan indeks kenyamanan (index of comfortability) penghuni dalam beraktivitas. Rumah tropis hemat energi dapat menurunkan konsumsi listrik sehingga sumbangan kenaikan emisi CO2 sebesar 19 persen dapat direduksi. Penurunan konsumsi listrik pendingin ruangan (38%), komputer (10%), penanak nasi (10%), mesin cuci (9%), setrika (9%), mesin air (6%), dan lampu (5%) harus secepatnya dilakukan.
  6. Pencegahan dan menghambat laju Global Warming dan perubahan iklim dapat dilakukan dengan komitmen usaha global seperti pengurangan emisi gas rumah kaca dan intensitas energi. Komitmen dunia dalam mitigasi pemanasan global dengan menurunkan tingkat emisi secara kolektif 5,2 persen dari tingkat emisi pada 1990 tetap harus diusahakan. Sejauh ini negara maju memang mengucurkan banyak dana untuk berbagai skema penyelamatan hutan di Indonesia, antara lain melalui program Clean Development Mechanism. Namun, tidak bisa tidak, mereka juga harus menurunkan tingginya tingkat konsumsi energi fosil yang menyumbang besar pada pemanasan global dan secara bertahap menggantinya dengan energi yang ramah lingkungan.
  7. Indonesia, yang tercatat sebagai penyumbang terbesar ketiga karbon dioksida--salah satu jenis gas rumah kaca--akibat kebakaran hutan, perlu mengambil langkah yang revolutif. Meski terlambat, inilah saatnya memprogramkan restorasi ekosistem nasional, pembangunan, dan pengelolaan hutan lestari serta moratorium logging di daerah-daerah tertentu. Pilihan kita, menahan sesaat kalkulasi ekonomi sektor ini atau bencana berkepanjangan.
  8. Langkah adaptasi juga perlu dijalankan karena sekuat apa pun usaha kita mengurangi gas rumah kaca, kita tidak akan mampu sepenuhnya terhindar dari dampak perubahan iklim. Di berbagai negara, upaya adaptasi mulai dilakukan, misalnya pembuatan strategi manajemen air di Australia dan Jepang atau pembangunan infrastruktur untuk melindungi pantai di Maldives dan Belanda. Inilah yang kita perlukan di Indonesia. Rekayasa genetika berbagai jenis tanaman harus segera dilakukan, agar mampu hidup normal dalam kondisi cuaca yang lebih panas.

Usaha-usaha penurunan emisi GRK di berbagai sektor yang dinilai efektif oleh IPCC antara lain:

Sektor energi:

  • mengurangi subsidi bahan bakar fosil, agar harga mahal dan sedikit di konsumsi.
  • pajak karbon untuk bahan bakar fosil ditingkatkan
  • penetapan harga listrik dari energi terbarukan
  • kewajiban menggunakan energi terbarukan
  • subsidi bagi produsen yang mampu menghasilkan energi terbarukan
Sektor transportasi:
  • kewajiban ekonomi bahan bakar, penggunaan biofuel, dan standar CO2 untuk alat transportasi jalan raya
  • pajak untuk pembelian kendaraan, STNK, bahan bakar, serta tarif penggunaan jalan dan parkir diperbesar.
  • melakukan investasi pada fasilitas angkutan umum dan transportasi tak bermotor
Sektor gedung:
  • menerapkan standar dan pemberian label pada berbagai peralatan
  • sertifikasi dan regulasi gedung yang hemat energi
  • percontohan oleh kalangan pemerintah sendiri
  • insentif untuk energy services company

Sektor industri:

  • pembuatan standar oleh pemerintah
  • pembuatan standar kinerja
  • subsidi, pajak untuk kredit yang mampu melaksanakan standard pemerintah
  • perjanjian sukarela
Sektor pertanian:

insentif finansial serta regulasi-regulasi untuk memperbaiki manajeman lahan, mempertahankan kandungan karbon di dalam tanah, penggunaan pupuk dan irigasi yang efisien


Sektor kehutanan:

  • insentif finansial (nasional dan internasional) untuk memperluas area hutan, mengurangi deforestasi, mempertahankan hutan, serta manajemen hutan
  • regulasi pemanfaatan lahan serta penegakan regulasi tersebut, dengan hukum yang jelas.
Sektor manajemen limbah:
  • insentif finansial untuk manajeman sampah dan limbah cair yang lebih baik
  • insentif atau kewajiban menggunakan energi terbarukan
  • regulasi manajemen limbah


PENUTUP

Global warming dan climate change mulai memperlihatkan wujudnya sekarang ini, diprediksi oleh para ahli iklim dampaknya akan sangat hebat pada tahun 2050. Berbagai Gas Rumah Kaca merupakan tertuduh sebagai penyebabnya terutama CO2. Dampak kejadian perubahan iklim tersebut bisa diperlambat dengan berbagai cara seperti mengurangi penggunaan bahan bakar fosil serta menghutankan kembali lahan-lahan kritis, mencegah pembalakan hutan, memahami kerusakan (degradasi) lahan, melakukan konservasi lahan, penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya. Disamping melakukan pencegahan juga perlu melakukan adaptasi dengan lingkungan iklim yang telah berubah, rekayasa genetika bagi berbagai tanaman .


DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. 2006. Perubahan iklim merupakan bukti kegagalan pengelolaan lingkungan hidup. WALHI: http//www.walhi.or.id

Alex.Heikens@undp.org. 2008. Climate Change Adaptation Programming. Makalah Kongres PERHIMPI, 16 Januari 2008 Jakarta.

Darsiman, B. 1994. Isu Perubahan Iklim Bumi dan Pola Pemantauan Suhu Udara di Medan. Makalah disajikan dalam Seminar Sehari HMD BMG Wil.I Medan, 7 April 1994. 18 pp

Darsiman, B. 1995. Perubahan Iklim Bumi dan pengaruhnya terhadap Pertanian. Makalah disajikan dalam Seminar Ilmiah FKK-HIMAGRI KTW.I di FP-UISU Medan, 14 Oktober 1995

Dewanti Lestari. 2006. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, Benarkah Sedang Terjadi Antara New. Jakarta.

Hanif, F. 2007. Mitigasi Global Warming.
http://library.pelangi.or.id

Murdiyarso, D. 2003. Sepuluh tahun perjalanan negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Nursyirwan. I. 2008. Kebijakan dan program sektor sumberdaya air dalam menghadapi perubahan iklim. Makalah Kongres PERHIMPI, 15 Januari 2008 Jakarta.

Sri Woro, B. Haijono. 2007. Global warming, pengaruhnya secara Global dan nasional serta kaitannya dengan isu Indonesia, sebagai Negara Emitor ke-3 Dunia. Seminar Nasional Ikatan Geograf Indonesia (IGI). 24-25 Nopember 2007. Unimed. Medan

URL http://www.antara.co.id/arc/2007/4/23/pemanasan-global-menjadi-tanggungjawab-bersama/)
Blog, Updated at: 00:58:00

2 komentar:

Busat said...

Indonesia bukan penyumbang gas rumah kaca no 3 dunia. ini sudah dibantah oleh pemerintah Indonesia dalam forum IPCC dengan dasar data gas rumah kaca hasil pengamatan di stasiun GLobal Atmosphere Watch Bukit Kototabang.

My Grapes said...

Sumber saya,. Sri Woro, B. Haijono. 2007. Global warming, pengaruhnya secara Global dan nasional serta kaitannya dengan isu Indonesia, sebagai Negara Emitor ke-3 Dunia. Seminar Nasional Ikatan Geograf Indonesia (IGI). 24-25 Nopember 2007. Unimed. Medan. Beliau jg dari pemerintahan tepatnya BMKG.

Klu hasil pengamatan di stasiun GLobal Atmosphere Watch Bukit Kototabang membuktikan sebaliknya, menurut saya perlu dipublikasikan dan di ralat pernyataan mantan kepala BMKG sebelumnya gan.

https://www.merdeka.com/uang/indonesia-salah-satu-penyumbang-gas-rumah-kaca-terbesar.html
http://www.kompasiana.com/ayahkasih/indonesia-masuk-tiga-besar-negara-penyumbang-emisi-karbon-2015_562f96a0d693738d0a354706http://pinkkorset.com/2014/indonesia-masuk-10-besar-penyumbang-co2-dunia/

terimakasih atas tanggapannya..

Popular Posts