Proses Sambaran Petir dari Awan ke bumi

Petir, kilat, atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan. Beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar yang disebut guruh. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya.

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau dengan awan lainnya. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. 

Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.



Begitu banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pengumpulan muatan listrik di awan yang memicu terjadinya sambaran petir ke bumi. Pergerakan udara (angin) akan membawa udara lembab ke atas, kemudian udara lembab ini mengalami kondensasi menjadi uap air, lalu berkumpul menjadi titik-titik air yang pada akhirnya membentuk awan.

Pada saat gradien tegangan di awan melebihi harga tembus udara yang terionisasi, terjadilah pilot streamer yang menentukan arah perambatan muatan dari awan ke udara yang ionisasinya rendah, hal ini diikuti oleh adanya titik cahaya. Kemudian gerakan pilot streamer yang diikuti dengan lompatan-lompatan titik-titik cahaya yang dinamakan stepped leader. Arah setiap stepped leader berubah-ubah dimana ia mencari udara yang mempunyai kekuatan dielektrik yang paling rendah untuk dilalui sehingga secara keseluruhan jalannya tidak lurus dan patah-patah. Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir (stepped leader) yang bergerak turun (down leader) dari awan bermuatan. Panjang setiap stepped leader ini sekitar 50 m (dalam rentang 3–200 m), dalam interval waktu antara setiap ± 50µs (30-125µs).


Pada saat leader bergerak mendekati bumi, akan terdapat beda potensial yang makin tinggi antara ujung stepped leader dengan bumi sehingga terbentuklah pelepasan muatan awal yang berasal dari bumi atau obyek pada bumi yang bergerak ke atas menuju ujung stepped leader. Apabila upward leader telah masuk dalam zona jarak sambaran atau striking distance, terbentuk petir penghubung (connecting leader) yang menghubungkan ujung step leader dengan objek yang disambar. Setelah itu akan timbul sambaran balik (return stroke) yang bercahaya sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan melepas muatan diawan. Jalan yang ditempuh oleh return stroke sama dengan jalan turunnya step leader, hanya arahnya yang berbeda. Kemudian terjadi sambaran susulan (subsequent stroke) dari awan menuju bumi atau objek tersebut. Sambaran susulan ini tidak memiliki percabangan dan biasa disebut sebagai lidah panah atau dart leader. Pergerakan dart leder ini sekitar 10 kali lebih cepat dari leader yang pertama (sambaran pertama atau first stroke). 

Pada umumnya separuh dari peristiwa kilat petir (lightning flash) merupakan sambaran ganda seperti tersebut diatas, dengan jumlah sambaran sekitar 3 atau 4 sambaran tiap kilat (bisa juga lebih), diantaranya 90 % tidak lebih dari 8 sambaran, interval waktu setiap sambaran kurang dari 50 m/s (Ginting, 2012).


Tahapan sambaran petir dari awan ke bumi


Pengamatan Petir Konvensional (Visual) 

Pengamatan petir secara visual telah dilakukan pertama kali oleh De L’Isle pada tahun tahun 1738 (Vladimir, et al (2003). Pengamatan petir dilakukan untuk mendapatkan data petir baik secara spasial maupun temporal, yang kemudian dianalisis oleh para peneliti dan digunakan sebagai informasi kepada masyarakat terutama pelayanan transportasi. Data petir sangat dibutuhkan sebagai antisipasi potensi terjadinya petir dan cuaca buruk lainnya yang sering terjadi bersamaan dengan terjadinya petir seperti hujan lebat, angin kencang, jarak pandang rendah dan lain-lain. Data petir juga dibutuhkan oleh para peneliti dan prakirawan sebagai bahan analisis dan prediksi terjadinya petir. Dalam kondisi yang baik suara petir dapat terdengar oleh pengamat di stasiun hingga jarak kurang lebih 20 km (Watts, 2009). Namun menurut Cave (1919) dalam Vladimir, et al (2003) petir masih dapat terdengar hingga jarak 25 km. 

Stasiun meteorologi untuk pelayanan penerbangan dan pangkalan militer udara mempunyai salah satu tugas untuk melakukan pengamatan dan melaporkan kejadian petir pada jam pengamatan yang sudah ditentukan. Kejadian petir merupakan parameter cuaca yang diamati secara langsung (visual) dan dilaporkan oleh pengamat setiap 30 menit yaitu pada menit 00 dan 30 menggunakan format sandi METAR 


METAR adalah format untuk melaporkan informasi cuaca. Laporan cuaca METAR digunakan oleh pilot penerbang dalam untuk mengetahui kondisi cuaca di wilayah bandara sebelum terbang dan sebelum mendarat. Format sandi METAR adalah format yang paling umum di dunia untuk pertukaran data pengamatan cuaca pengamatan yang telah distandarkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO), yang memungkinkan untuk dipahami oleh pengguna di seluruh dunia. Kejadian petir dianggap terjadi pada jam pengamatan apabila terdengar suara petir oleh pengamat dalam selang waktu 10 menit sebelum jam pengamatan (BMKG, 2009). 


Lighning Detector

Pengamatan Petir dengan Sistem Lightning Detector (LD) 

Pengamatan petir dengan LD bekerja dengan mendeteksi sinyal radio yang dihasilkan oleh petir. LD memiliki antena (storm tracker) yang dapat mendeteksi petir dan mengkalkulasi kekuatan sinyal gelombang yang diterima sehingga menghasilkan informasi arah dan jarak petir. Sambaran petir akan menghasilkan gelombang elektromagnetik yang kemudian ditangkap oleh sensor LD, berdasarkan frekuensi gelombang petir kemudian diterjemahkan oleh strom tracker di dalam modem pengolah data (PCI Card). 

Ada beberapa jenis sistem LD yang diciptakan yang memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda, salah satu sistem LD yang digunakan oleh BMKG adalah sistem LD Boltek, yaitu sistem pengamatan petir yang mencatat iformasi petir secara real time menggunakan perangkat lunak yang bernama Lightning/2000. Sistem ini dapat mendeteksi petir hingga jarak 300 mil atau sekitar 480 km. Gelombang petir yang terdeteksi kemudian diplot secara otomatis kedalam sistem, dimana semakin banyak petir yang terdeteksi maka penentuan posisi dan jarak sambaran petir akan semakin baik. (Boltek, 2014). Perangkat LD Boltek terdiri dari sensor, modem pengolah data (PCI Card), kabel konektor dan seperangkat komputer. 

Cara kerja sistem LD yaitu menangkap frekuensi gelombang petir. Pada saat terjadi sambaran petir frekuensi gelombang dari petir yang berada di ionosfer ditangkap oleh sensor LD dan diubah kedalam bentuk digital, kemudian ditampilkan berdasarkan real time dan dari tampilan tersebut diubah (convert) ke dalam bentuk data base dengan format xls, xml, kml dan kmz. Output data yang dihasilkan berupa informasi tentang tanggal kejadian petir dan jenis petir, jumlah petir dalam 15 menit maupun 60 menit dan kordinat posisi petir. 

Blog, Updated at: 09:25:00

0 komentar:

Popular Posts