ZONE AGROKLIMAT SUMATERA BAGIAN UTARA

Peta Agroklimat Sumatera Bagian Utara

Peta agroklimat Sumatera Bagian Utara  (D.I Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau) disusun mengacu kepada Oldeman, dkk, (1979).  Penentuan tipe agroklimat berdasarkan jumlah bulan basah dan jumlah bulan kering dalam satu tahun. Upaya penyusunan peta agroklimat ini berdasarkan kebutuhan pelayanan jasa meteorologi/klimatologi terutama dalam  bidang pertanian  untuk mendukung sistem pola tanam, evaluasi  serta prakiraan sifat hujan perdaerah. Data-data curah hujan yang digunakan dalam penyusunan peta ini sangat bervariasi, baik jumlah tahun pengamatan maupun awal serta tahun terakhir pengamatan.  Variasi  data curah hujan ini merupakan titik lemah dari apa yang dihasilkan, apalagi distribusi pos pengamatan hujan sangat bervariasi dan tidak merata, terutama D.I Aceh, Riau dan Sumatera Barat.

Peta Agroklimat Sumatera telah disusun oleh Oldeman, Irsal Las dan Darwis tahun 1979  dan telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai pihak sesuai penggunaannya.  Dan secara khusus dan detail sesuai  kebutuhan di Sumatera Utara peta Agroklimat disusun oleh Stasiun Klimatologi Sampali Medan tahun 1988 yang disempurnakan tahun 1994, bekerjasama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat I Sumatera Utara.  Penyusunan peta Agroklimat Sumatera Utara disamping menggunakan koleksi data hingga tahun terakhir saat disusun, tetap berpedoman dan mengacu kepada yang telah disusun Oldeman,et al (1979) terutama metode penentuan Bulan Basah dan Bulan Kering.  Demikian juga penyusunan peta agroklimat Propinsi Aceh, Sumatera Barat dan Riau.  Penyusunan peta agroklimat di wilayah I  lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa Evaluasi dan Prakiraan Sifat Hujan perlokasi di BMG Wilayah I yang paling terkait dengan bidang pertanian secara luas, serta pengguna jasa BMG lainnya.

Mengingat  sifat iklim tidak mengenal batas administrasi daerah, maka pada daerah-daerah di perbatasan propinsi, antara Aceh dengan Sumut, antara Sumut dengan Sumbar dan Riau serta antara Riau dan Sumbar yang distribusi pos hujan tidak merata dan tidak lengkap, diupayakan melakukan langkah smoothing untuk penarikan garis batas tipe agroklimat pada  peta agroklimat Wilayah I. Penyusunan peta ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa BMG terutama  kebutuhan Evaluasi dan Prakiraan sifat hujan secara rinci per daerah yang relatif  lebih sempit terutama untuk menunjang kegiatan pertanian  serta untuk memantapkan sistem Pola Tanam di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

IKLIM SUMATERA

Indonesia termasuk daerah tropis, dan lebih terperinci disebut juga termasuk daerah monsun. Ramage (1971)  menyatakan bahwa daerah monsun dibatasi  oleh garis lintang 35° LU dan 25°LS, dan oleh garis bujur 30° BB dan 170° BT, jadi secara umum  seluruh wilayah Indonesia dinyatakan sebagai daerah  monsun.   Pengaruh monsun ini di Indonesia dapat diketahui melalui sifat hujannya, yang ditimbulkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian.  Dalam bulan Desember, Januari, Februari di belahan bumi utara terjadi musim dingin akibatnya  terdapat sel tekanan tinggi di benua Asia, sedangkan belahan bumi selatan  pada waktu itu terjadi musim panas akibatnya  terdapat sel tekanan rendah di benua Australia.  Karena adanya perbedaan tekanan udara  di kedua benua tersebut maka pada periode Desember, Januari dan Februari bertiup angin dari sel tekanan tinggi di Asia menuju ke sel tekanan rendah, di Australia, angin ini yang disebut monsun barat laut.  Dalam bulan Juni, Juli dan Agustus, sebaliknya terdapat sel tekanan rendah di benua Asia dan sel tekanan tinggi benua Australia yang mengakibatkan timbulnya monsun timur atau monsun tenggara.

Angin Muson Barat dan Muson Timur

Wilayah Indonesia mempunyai pola peredaran atmosfir yang istimewa, yaitu terdiri dari peredaran Hadley (peredaran meridional) dan peredaran Walker (peredaran zonal timur barat), dan sistem peredaran lokal karena golakan yang kuat.  Wilayah Indonesia terletak di equator (6° LU sampai 11° LS), sebagian wilayah tipe hujannya dipengaruhi oleh peredaran matahari (equatorial).  Ciri khusus yang dimiliki oleh pola equatorial ini yaitu ditandai dengan sifat hujan memiliki dua puncak maksimum dalam setahun, biasanya terjadi pada  bulan Maret dan September, serta Mei dan Oktober.  Daerah yang dominan dengan tipe ini yaitu Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Utara, serta sebagian besar Irian Jaya bagian utara.  Dengan demikian berarti daerah  BMG Wilayah I (Aceh, Sumut, Sumbar dan Riau) seluruhnya memiliki pola curah hujan equatorial.

Karena posisi Indonesia juga terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, sebagian wilayah dipengaruhi pola Monsun.  Ciri khas dari pola monsun  ini umumnya  ditandai dengan 6 bulan sekali terjadi musim hujan dan 6 bulan berikutnya  terjadi musim kering.  Daerah wilayah I hampir tidak dipengaruhi oleh pola monsun ini, kecuali daerah Aceh bagian timur. 
Oleh karena Indonesia juga merupakan negara maritim kontinental, dimana sebagian wilayahnya  sangat dominan dipengaruhi oleh tipe lokal.  Ciri khusus tipe lokal yaitu  berbalikan dari tipe monsun, saat di beberapa daerah tipe monsun  terjadi musim kering  justru disini terjadi musim penghujan, demikian sebaliknya.

Indonesia yang terdiri dari pulau besar dan kecil yang dikelilingi oleh lautan serta teretak diantara dua samudera, Pasifik dan Hindia, pembentukan cuaca/iklim  sangat dipengaruhi oleh interaksi antara atmosfir, lautan dan kedua samudera tersebut.  Interaksi antara atmosfir dengan lautan ini lebih  dikenal  dengan sebutan couple.  Samudera Pasifik apabila ada gejala pemanasan dari keadaan normalnya (El Nino) dan disertai gelombang atmosfir selatan (suthern oscillation), maka dari data klimatologi menunjukkan  bahwa pengaruhnya  sangat besar terhadap pembentukan  cuaca di Indonesia.  Sifat khusus  yang ditandai dengan pengaruh ENSO ini yaitu sifat cuaca yang ditimbulkannya temporer (berulang rata-rata 4 tahunan) yang disertai  dengan kekeringan hampir diseluruh wilayah Indonesia.  Biasanya daerah  yang memiliki tipe hujan Ekuatorial. Monsun. atau Lokal akan berubah total jika ENSO ini telah berpengaruh sampai di Indonesia (Sasmito, Kelana dan Prawoto, 1992).

Sumatera  berlokasi  antara 5° LU dan 5° LS dari khatulistiwa dan antara 95° BB sampai 105° BT.  Pantai Barat Sumatera  berhadapan langsung dengan Lautan Hindia dan pantai timur  berhadapan dengan Selat Malaka.   Ciri topografi Sumatera yang dominan  adalah bergunung yang rantaiannya disebut dengan pegunungan Bukit Barisan  yang memanjang dari daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat sampai ke Propinsi di Selatan yang posisinya membentang membelah pulau Sumatera (Oldeman, Irsal Las dan Darwis, 1979).


KRITERIA KLASIFIKASI

Kriteria  klasifikasi zone agklimat Wilayah I mengacu kepada kriteria  Oldeman, et al (1979) yaitu  berdasarkan ketersediaan air untuk   tanaman, serta curah hujan yang merupakan  faktor iklim yang menjadi perioritas terbesar. Sebab distribusi hujan spesifik untuk menentukan musim kering dan basah, kelas curah hujan yang akan  menentukan panjangnya musim. Karena panjang musim kering dan musim basah yang akan menentukan ketersediaan air tanaman. Kebutuhan air tanaman padi air tergenang dengan perkolasi rata-rata 1-2 mm perhari sekitar 150 mm perbulan kebutuhan air pada kondisi intensitas cahaya matahari rendah (250-300 cal/cm2/hari) dan 200 mm perbulan apabila intensitas cahaya matahari tinggi (400-500 cal/cm2/hari).  Untuk tanaman lahan kering diperkirakan kebutuhan air tanaman  sekitar 125 mm air perbulan, dibawah kondisi air tanah tersedia (AWHC) rata-rata 50-75 mm per 100 cm dalamnya profil tanah, curah hujan bulanan 50-75 mm pada kondisi pertumbuhan tanaman  canopi tanaman telah penuh.  Dengan demikian dapat disimpulkan, bulan basah memiliki rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm, dan bulan kering dengan rata-rata curah hujan 100 mm atau kurang.   Penetapan zone agroklimat  berdasarkan jumlah bulan basah dan jumlah bulan kering dalam setahun seperti pedoman dalam Tabel 1.

PROSEDUR KLASIFIKASI AGROKLIMAT  WILAYAH  I

Prinsip umum dalam menentukan klasifikasi telah diuraikan diatas, data curah hujan yang digunakan merupakan data curah hujan dengan koleksi data yang cukup panjang yang diamati di Propinsi DI Aceh, Sumut, Riau dan Sumbar. Data curah hujan yang lalu    cukup banyak tersedia dihitung rataannya untuk mengetahui bulan basah dan bulan kering, walaupun tahun pengamatannya tidak sama.  Untuk  D.I. Aceh, Riau dan Sumatera Barat data sangat bervariasi antara 10-20 tahun pengamatan, Sumut ada yang melebihi 30 tahun pengamatan. Distribusi stasiun hujan per Propinsi disajikan dalam Tabel 2.  Dan distribusi zone agroklimat per propinsi di Wilayah I disajikan dalam Tabel 3.



RINCIAN DISTRIBUSI ZONE AGROKLIMAT WILAYAH I

1.  Propinsi Aceh

Tipe A1 : 
Mencakup sebagian besar   daerah Aceh Barat dan Aceh Selatan
Tipe B1: 
Mencakup daerah Aceh Barat bagian Utara, sebagian daerah Aceh Timur bagian pedalaman.
Tipe C1: 
Mencakup sebagian daerah Aceh Tengah bagian timur, sebagian Aceh Utara bagian Barat, dan sebagian daerah Aceh Timur.
Tipe D1: 
Mencakup sebagian besar daerah Aceh Pidie, sebagian  Aceh Tengah bagian barat, serta seluruh daerah Aceh Tenggara, dan mencakup sebagian kecil daerah Aceh Timur serta daerah Sabang.
Tipe  E2: 
Mencakup seluruhnya daerah Aceh Besar, sebagian Aceh Pidie bagian utara, daerah pantai timur Aceh Utara, serta sebagian daerah Aceh Timur yang berbatasan dengan pantai.

2.  Propinsi Sumatera Utara:
Tipe A1:  
Mencakup seluruh daerah Tapanuli Tengah, sebagian besar daerah Tapanuli Selatan bagian barat, serta daerah Langkat bagian barat, dan sebagian Deli Serdang dan sebagian kecil Simalungun dan sebagian kecil Tapanuli Utara bagian barat.
Tipe B1: 
Mencakup daerah Nias bagian utara, sebagian daerah Langkat.
Tipe C1: 
Mencakup sebagian besar daerah Dairi, Simalungun, Asahan,  Tapanuli Utara, Tapsel, Labuhan Batu dan sebagian Langkat.
Tipe D1: 
Mencakup sebagian daerah Dairi,  Tapanuli Utara, sebagian besar Tapsel dan Labuhan Batu, sebagian Asahan, Deli Serdang, sebagian kecil Karo.
Tipe D2:  
Sebagian kecil daerah Langkat.
Tipe E1: 
Mencakup Nias bagian selatan
Tipe E2: 
Mencakup daerah Langkat bagian pantai timur, daerah Deli Serdang dan Asahan bagian pantai timur, sebgian besar daerah Karo, sebagian Simalungun, Tapanuli Utara serta daerah Tapsel bagian tengah.

3.  Propinsi Sumatera Barat

Tipe A1: 
Mencakup daerah Pasaman Barat, daerah Agam bagian barat, seluruh daerah Padang Pariaman dan seluruh daerah Pesisir Selatan, sebagian kecil daerah Solok.
Tipe B1: 
Mencakup daerah Pasaman Timur, dan daerah Solok bagian selatan.
Tipe C1: 
Mencakup daerah Lima Puluh Kota bagian timur serta sebagian besar bagian timur daerah Sawahlunto Sijunjung.
Tipe D1: 
Mencakup daerah Tanah Datar, sebagian besar Solok, sebagian daerah Lima Puluh Kota.

4.  Propinsi Riau

Tipe B1: 
Mencakup daerah Indragiri Hulu, dan Kampar
Tipe C1: 
Mencakup sebagian daerah Indragiri Hilir, sebagian Kampar serta sebagian daerah Riau kepulauan (Dabo Singkep)
Tipe C2: 
Mencakup sebagian besar daerah Bengkalis
Tipe D1: 
Mencakup daerah  Bengkalis, dan sebagian besar Kampar.
Tipe E1: 
Mencakup daerah Tanjung Balai Karimun.
Tipe E2: 
Mencakup sebagian besar daerah Bengkalis


Blog, Updated at: 15:32:00

0 komentar:

Popular Posts