Mikrotermor


Mikrotermor merupakan getaran tanah selain gempa bumi, getaran tanah dimaksud dapat disebabkan oleh getaran akibat aktivitas manusia seperti akibat aktivitas lalu lintas, aktivitas industri dan aktivitas manusia lainnya di permukaan bumi. Selain akibat aktivitas manusia, sumber-sumber mikrotremor juga disebabkan oleh aktivitas-aktivitas alam seperti arus laut, interaksi angin dan bangunan dan juga gelombang laut periode panjang (Petermans et.al., 2006).

Dalam pengukuran mikrotremor sinyal yang diukur adalah fungsi waktu, dimana ketika diplot salah satu sumbu dengan variabel waktu maka variabel lainnya adalah amplitudo. Ketika diplot, sinyal domain waktu berupa gelombang berjalan yang direpresentasikan pada waktu terhadap amplitudo dari sinyal. Amplitudo pada sinyal domain waktu menunjukan keras lemahnya sinyal yang diterima. Sehingga, sinyal yang diterima tidak memiliki karakteristik yang berbeda tiap waktunya.

Gelombang mikrotremor merupakan simpangan (amplitudo) getaran yang sangat kecil dan terus menerus dari tanah atau struktur. Karakteristik mikrotremor suatu wilayah mencerminkan karakterisitik batuan di wilayah tersebut. Dengan seismograph tertentu yang memiliki perbesaran dalam orde 104-106 kali, getaran mikrotremor tersebut dapat direkam. Getaran tersebut dapat memiliki periode antara 0.05–2.00 detik atau bahkan sampai 4.00 detik. Amplitudo mikrotremor biasanya berada antara 0.001 – 0.01 cm/s (Mirzaoglu and Dykmen, 2003).

Pengukuran mikrotremor dapat dilakukan dengan menggunakan mikrotremormeter yang terdiri dari pengukur amplitudo dan periode. Pada pengukur amplitudo umumnya terdiri dari tiga pilihan yaitu amplitudo simpangan, kecepatan dan percepatan. Pada komponen pengukur periode dilengkapi dengan alat pencacah sampel frekuensi, yaitu berupa tape recorder beserta alat digital analyzer.

Pengukuran mikrotremor banyak dilakukan pada studi penelitian struktur tanah untuk mengetahui keadaan bawah permukaan tanah. Omori mengamati mikrotremor pertama kali tahun 1908 (Mirzaoglu and Dykmen 2003). Karakteristik dinamika tanah atau struktur selama terjadinya gempa dapat diperkirakan dengan menggunakan analisis mikrotremor. Dari hasil pengukuran mikrotremor dapat diketahui sifat getaran dalam berbagai jenis lapisan tanah dan juga dapat ditentukan perioda dominannya (Nakamura et.al, 2000).

Dalam analisis mikrotremor salah satunya dengan menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectrum Ratio (HVSR). Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Nogoshi dan Iragashi. Hasil penelitian menyatakan adanya hubungan antara perbandingan komponen horisontal dan vertikal dari terhadap kurva elipsitas pada gelombang Rayleigh. Metode ini kemudian disempurnakan oleh Nakamura (1989). Nakamura mengusulkan sebuah hipotesa bahwa getaran mikrotremor pada suatu lokasi dapat ditentukan dengan menghitung rasio spektral antara komponen horizontal terhadap komponen vertikal yang diamati pada titik lokasi yang sama.

Teknik ini dapat digunakan untuk mengindentifikasi frekuensi natural pada lapisan sedimen. Hasil penelitian mikrotremor dengan menggunakan metode HVSR menunjukkan adanya korelasi positif antara frekuensi natural dari hasil pengukuran mikrotremor dengan medium lapisan  lunak (soft soil) di bawah permukaan. Sutikno (2009) menggunakan teknik HVSR ini untuk mengidentifikasi respon lapisan tanah di Bantul, Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan adanya korelasi positif, secara kualitatif, antara frekuensi dominan dan amplifikasi dengan tingkat kerusakan yang terjadi akibat gempa bumi Bantul 27 Mei 2006, Yogyakarta.

Kerusakan pada infrastruktur yang diakibatkan oleh gempa bumi perlu dipahami dengan baik, melalui fakta kerusakan struktur yang tergantung pada kondisi lapisan tanah. Fenomena ini dapat diterangkan melalui proses resonansi, yaitu apabila frekuensi natural bangunan mendekati frekuensi getaran tanah  maka akan terjadi penguatan getaran yang dapat mengakibatkan kerusakan berat pada bangunan.

Selain untuk mengungkap karakteristik lapisan sedimen di suatu lokasi, pengukuran mikrotremor juga dapat menggambarkan ketebalan lapisan sedimen dan jenis tanah seperti yang telah diklasifikasikan oleh Kanai dan Omete-Nakajima. Klasifikasi tanah berdasarkan analisis data mikrotremor dapat di lihat pada  Hubungan Frekuensi Dominan dengan Lapisan Sedimen

Dengan demikian hasil pengukuran dan hasil pengolahan data mikrotremor seharusnya dapat memprediksi luas kerusakan bangunan pada wilayah landaan gempa bumi. Prediksi luasan kerusakan dapat dipetakan, dan dapat dipergunakan sebagai tahap awal mitigasi terhadap bencana gempabumi. Dengan dilakukannya pengukuran tersebut diharapkan dapat meningkatkan upaya mitigasi bencana, khususnya yang diakibatkan oleh gempa bumi. 

Blog, Updated at: 01:39:00

0 komentar:

Popular Posts