INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN

Dalam membicarakan sumberdaya iklim untuk pertanian, perlu dilihat unsur-unsur iklim yang ada kaitannya dengan pertanian dalam arti luas dan pertumbuhan tanaman dalam arti sempit. Selanjutnya perlu dilihat kaitannya dengan sumberdaya lainnya seperti tanah dan air.

Informasi curah hujan diperlukan mengenai jumlah hujan, jumlah hari hujan dan sebarannya menurut waktu. Kelembaban berkaitan dengan pertumbuhan hama dan penyakit tertentu pada berbagai tanaman. Suhu berkatan dengan umur tanaman, pertumbuhan generatif, pembentukan biji, buah dan gangguan fisiologis lainnya. Angin diperlukan untuk penguapan, penyerbukan, keseimbangan kandungan udara, bahkan tenaga angin dapat dipakai untuk menggerakan berbagai alat mekanik pertanian. Yoshida and Parao (1976) menyatakan suhu, radiasi surya dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi melalui dua cara. Pertama secara langsung, iklim mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti pertumbuhan vegetatif, susunan organ-organ penyimpanan dan pengisian gabah. Kedua secara tidak langsung mempengaruhi hasil gabah melalui kerusakan oleh hama dan penyakit yang menyerang tanaman.

Informasi yang tersedia tentang pola iklim saat ini belum sempurna untuk kebutuhan pertanian, baik mengenai peta klasifikasi iklim yang ada, prakiraan iklim jangka pendek maupun jangka panjang, maupun data-data unsur cuaca lainnya. Hal ini disebabkan pemantauan unsur iklim belum dilaksanakan disetiap tempat karena keterbatasan pemerintah dan masih rendahnya system kerjasama pemantauan cuaca dan iklim dengan instansi lainnya, bagi yang telah memiliki kerjasama pangamatan, komunikasi informasi dari dank e BMG masih belum seperti yang diharapkan.

INFORMASI IKLIM UNTUK PERANIAN


Informasi iklim yang diperlukan untuk pertanian praktis sifatnya (Darwis, 1992), agak bebeda dengan informasi iklim yang ada sekarang ini tersedia. Yang diperlukan lebih spesifik antara lain:

1. Informasi wilayah

Berdasarkan sifat iklim suatu wilayah, komoditas pertanian apa yang sesuai di daerah tersebut untuk dikembangkan mungkin dapat dibedakan atas komoditas sesuai dan sesuai bersyarat.

2. Informasi Komoditas

Sebagai contoh bila ada orang mau menanam mangga. Dimana daerah yang cocok iklimnya untuk tanaman tersebut. Kalau dapat dilengkapi dengan informasi sifat tanah, luas areal, social ekonomi dan lain sebagainya, yang mendukung pertumbuhan dan produksi mangga. Contoh lain, kalau di Padang Sidempuan iklim mikro dan sifat tanah telah cocok untuk bertanam Salak dengan pertumbuhan dan produksi telah maksimal, seharusnya didaerah itu jangan dikembangkan lagi komoditas lain yang dapat mengganggu areal Salak seperti Kelapa Sawit dan Karet serta pemukiman.

3. Pola Curah hujan

Pola curah hujan selama satu musim atau satu tahun yang akan datang, sangat diperlukan untuk merencanakan pertanian. Kapan, berapa lama, berapa banyak curah hujan pada suatu lokasi tertentu. Secara terinci dapat diinformasikan berapa persen peluang curah hujan sejumlah yang diharapkan dapat diperoleh. Hal ini dapat berbeda untuk komoditas yang berbeda pula. Untuk mendukung ini sebenarnya dari zaman Belanda sampai era tahun 70-an masih sangat banyak pengamatan curah hujan di Sumatera Utara dengan system kerja sama antara BMG dengan instansi terkait lainnya. Namun belakangan ini makin sedikit pengamatan yang berkesinambungan dilaksanakan. Tentu saja berakibat informasi ini tidak setiap tempat dapat tersedia, padahal dengan system kerja sama tersebut BMG menyediakan alat dan hasil analisisnya. Instansi terkait yang melakukan pengamatan dan mengirim data ke BMG.

4. Peluang Kekeringan

Tidak hanya pola curah hujan yang perlu diprakirakan. Peluang terjadinya kekeringan pun perlu dikaji dengan seksama. Berapa persen peluang terjadinya kekeringan pada satu waktu didaerah tertentu. Kapan akan terjadinya pun sebenarnya dapat diprakirakan. Hal ini semua hanya dapat dilakukan jika data tersedia dengan lengkap di daerah-daerah sentra pertanian khususnya.

5. Peta Iklim

Peta iklim untuk pertanian seyogianya selalu dapat diperbaharui secara berkala, terutama untuk pola curah hujan dengan data-data mutakhir. Dewasa ini walaupun Sumatera Utara telah memiliki peta iklim (zone agroklimat menurut Oldeman) yang disusun tahun 90-an sebenarnya harus selalu di up dating secara berkala sesuai dengan data-data mutakhir (Darsiman, dkk, 1999). Persoalan kita adalah data-data mutakhir volumenya makin menurun. Salah satu penyebabnya adalah, sebelumnya semua stasiun hujan yang ada, BMG bekerjasama dengan Diperta, Disbun, Dishut dan PU Pengairan Tk I Sumut, namun setelah Otonomi Daerah belum ada kejelasan Stasiun Hujan kerjasama yang ada di daerah siapa yang bertanggung jawab secara structural.

BENTUK PELAYANAN JASA IKLIM UNTUK PERTANIAN




Setelah diuraikan diatas berbagai informasi iklim untuk pertanian yang ideal, walaupun belum sepenuhnya terwujud atas berbagai kerjasama yang telah dilakukan selama ini, bentuk pelayanan jasa iklim untuk pertanian yang tersedia di Stasiun Klimatologi Sampali antara lain;

Prakiraan sifat hujan dasarian (10 harian)
Prakiaan sifat hujan bulanan
Prakiraan musim (3 bulanan)
Prakiraan musim (6 bulanan)
Neraca Air
Pola curah hujan dalam menyusun Pola Tanam

Prakiraan sifat hujan yang diuraikan diatas disusun berdasarkan data-data cuah hujan yang tersedia serta dipadukan dengan informsi data Radar Cuaca serta data satelit. Untuk meningkatkan akurasi prakiraan ini sebenarnya perlu didukung oleh sebanyak mungkin pengamatan dilapangan, agar setiap saat dapat di validasi serta di verifikasi untuk meningkatkan model prakiraan yang telah tersedia di BMG.

Semua prakiraan tersebut disamping dalam bentuk jumlah curah hujan, juga dalam bentuk sifat hujan, serta peluang akan terjadinya hujan antara lain <100>200 mm, disamping disajikan dalam bentuk tabel juga disajikan dalam bentuk peta. Selain itu juga tersedia pola curah hujan wilayah yang menggambarkan saat bulan kering dan saat bulan basah, yang diperlukan untuk penyusunan Pola Tanam (P2T3).

Permasalahan kita dewasa ini antara lain makin lemahnya system pengamatan dan kerja sama antara BMG dengan instansi terkait, dengan tuntutan tidak manusiawinya honor dari BMG. Padahal system kerja sama yang telah dirintis sejak tahaun 60-an memang BMG tidak memberikan honor bagi pengamat. Dan makin dirasakan makin lemahnya kesadaran tentang kebutuhan informasi ini oleh berbagai kalangan ditengah makin banyaknya tantangan kendala iklim di saat dunia berada dibawah ancaman pemanasan global (global warming) serta perubahan iklim dunia (climate change). Yang semuanya berdampak kenaikan suhu, kenaikan penguapan, perubahan musim, pengurangan curah hujan, ancaman banjir, berkurangnya kemampuan tanah menahan air, serta kenaikan muka air laut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari berbagai uaraian diatas dapat disimpulkan antara lain:
  1. Perlu dilihat unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap pertanian
  2. Informasi iklim untuk pertanian yang penting antara lain; informasi wilayah, informasi komoditas, pola curah hujan, peluang kekeringan, peta iklim.
  3. Pelayanan informasi iklim untukm pertanian yang tersedia antara lain: prakiraan dasarian, bulanan 3 bulanan dan 6 bulanan, neraca air, pola hujan untuk pola tanam
  4. Sistem kerjasama pengamatan curah hujan dan iklim dari hari kehari dirasakan makin lemah.
  5. Kesadaran akan perlunya informasi ini makin berkurang ditengah ancaman global warming dan climate change


DAFTAR PUSTAKA


Darsiman, B,. Sutrisno., Mukri Siregar., Nazaruddin Hisyam. 1999. Kharakteristik Zone Agroklimat E2 di Sumatera Utara. Makalah Penunjang Kongres IV PERHIMPI dan Simposium Internasional I, Bogor, 18-20 Oktober 1999. 9 pp

Darwis, S. N. 1992. Pemantapan Pola Iklim untuk Pertanian. Proc.Symposium Met. Pertanian III. PERHIMPI. P9-20.

Yoshida, S., and F.T Parao. 1976. Climate influence on yield and yield components of lowland rice in tropics. Proc. Of Symposium on Climate and Rice. The Int. Res. Inst. Los Banos, Philippines. P471-494
Blog, Updated at: 12:03:00

Popular Posts