LAJU INFILTRASI AIR DAN SUHU TANAH


LAJU INFILTRASI AIR DAN SUHU TANAH DALAM LISIMETER
YANG DITANAMI TEBU  DENGAN APLIKASI
MULSA SERTA PUPUK N, P, DAN K

Darsiman, B

Abstrak

Percobaan untuk mempelajari  laju infiltrasi air dan suhu tanah dalam lisimeter yang ditanami tebu dengan aplikasi mulsa serta pupuk N, P dan K telah dilaksanakan pada tanah Aluvial bertekstur lempung berpasir di BPTP PTPN II Sampali Medan.  Percobaan dilaksanakan Maret 1992 hingga Agustus 1992.  Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAK) faktorial dengan  12 perlakuan kombinasi dan tiga ulangan.  Perlakuan  pertama adalah aplikasi mulsa dengan tiga taraf dan faktor kedua adalah dosis pemupukan NPK dengan empat kombinasi. Suhu tanah diamati dengan menggunakan termometer tanah yang dipasang hingga kedalaman 20 cm, diamati tiga kali dalam satu hari yaitu pada pikul 07.00; pukul 13.00; dan pukul 18.00 Waktu Setempat.  Sedangkan pengamatan  laju infiltrasi dengan cara mengukur air perkolasi yang tertampung dalam lisimeter percobaan pada setiap jam 07.00 bersamaan dengan pengamatan curah hujan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa makin banyak permukaan tanah tertutup mulsa makin rendah suhu tanah, sebaliknya makin besar laju infiltrasi air.

PENDAHULUAN

Infiltrasi didefinisikan oleh Baver, Gardner dan Gardner (1978)  serta Hillel (1980) adalah air yang menghilang dari permukaan tanah yang bergerak melalui tanah permukaan kelapisan tanah bawah.  Infiltrasi banyak menjadi perhatian karena  pergerakan air dari permukaan tanah ke lapisan tanah bawah sekaligus akan melarutkan  unsur hara, serta membawanya berikut  bahan organik  yang menyebabkan terjadi pelindian (leaching), disamping dapat mengurangi erosi.

Peristiwa bergeraknya  air kebawah melalui profil tanah disebut perkolasi.  Kehilangan air karena perkolasi dipengaruhi oleh sifat hujan, sifat tanah, serta vegetasi penutup tanah.  Menurut laporan Hall (1917) dalam Buckman dan Brady (1969) hasil penelitian lisimeter di Rothamsted (Inggeris) dari tahun 1871-1912 kondisi tanah gundul dengan tekstur lempung berliat sekitar 50% curah hujan hilang karena perkolasi.

Mulsa dapat mengurangi erosi, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, meningkatkan kemantapan agregat serta menurunkan suhu tanah maksimum dan meningkatkan suhu tanah minimum (Suwardjo, 1981).  Unger dan Parker (1976) melaporkan mulsa residu  tanaman Wheat mampu meningkatkan kandungan air tanah dan mengurangi evaporasi.  Sedangkan  laporan Olson dan Horton (1975) menyatakan mulsa dapat menurunkan suhu tanah maksimum rata-rata, disamping itu dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah serta meningkatkan air tanah rata-rata.  Laporan lainnya dari Davies (1975) yaitu mulsa berpengaruh terhadap suhu tanah, kandungan air tanah,  keadaan sifat fisik tanah,  dapat menekan pertumbuhan gulma serta dapat mengurangi erosi.  Lal (1977) menyatakan penggunaan  mulsa 12 ton/ha selama 18 bulan dapat meningkatkan porositas 11,1 % dibandingkan tanah terbuka, disamping aliran permukaan dapat ditekan.  Akibat dari meningkatnya porositas tanah dan rendahnya aliran permukaan menyebabkan perkolasi dan daya simpan  air menjadi tinggi  sehingga pada gilirannya meningkatkan cadangan air tanah.  Brown dan Dicky  (1970) menyatakan diperlukan mulsa 11 ton/ha untuk dapat menurunkan kerapatan butir (bulk density), peningkatan permeabilitas, porositas dan total pori tanah.  Emerson (1955) berpendapat  sisa tanaman  sebagai mulsa memungkinkan terbentuknya pori makro yang lebih banyak, dan memperbaiki kemantapan struktur  tanah, memperbaiki aerasi dan mempertahankan permeabilitas tanah tetap baik.  Suparmin dan Supardjo (1989) menyatakan penempatan mulsa trash (daun tebu) dipermukaan tanah yang ditanami tebu di pabrik gula Bungamayang bisa menahan hilangnya kelembaban tanah, suhu tanah lebih rendah dan memperlambat pengeringan tanah. Penelitian  ini bertujuan untuk mempelajari laju infiltrasi air dan suhu tanah oleh peran mulsa dan kombinasi dosis pupuk N, P dan K.


BAHAN DAN METODE 

Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan lisimeter yang diinstalasi dari drum kapasitas 200 liter, tinggi 90 cm dan diameter 56 cm.  Lisimeter diisi dengan tanah sebanyak 150 kg kering mutlak setara dengan tinggi tanah 60 cm.  Lisimeter disusun di lapangan terbuka dengan rancangan acak kelompok, yang ditata menjadi tiga kelompok di areal kebun percobaan PTPN II Sampali.  Jenis tanah  yang digunakan adalah Aluvial (Entisol) dengan tekstur lempung berpasir, kandungan  N-rendah, C-organik agak tinggi, P-tinggi dan K-rendah sekali.  Percobaan dilaksanakan Maret 1992 sampai dengan 31 Agustus 1992.  Faktor pertama adalah perlakuan aplikasi mulsa daun tebu (Trash), yaitu M0 = tanah tertutup mulsa 0%, M1 = tanah tertutup mulsa 50%, M2 = tanah tertutup mulsa 100% masing-masing dengan dosis 10 ton/ha.  Faktor kedua adalah kombinasi pemupukan urea, TSP dan KCl seperti terlihat dalam Tabel 1.  Sepertiga bagian dari pupuk urea dan seluruh pupuk TSP dan KCl diaplikasikan pada saat tanam, dan dua pertiga  bagian urea lagi diaplikasikan saat tanaman berumur 45 hari.  Bibit tebu yang digunakan adalah varietas BZ 134 yang berasal dari kebun pembibitan P3GI Medan. Bibit yang ditanam adalah mata satu dari buku ke-9 dan ke-10 dari tanaman yang berumur 6 bulan.

Laju infiltrasi diukur melalui mengukur air perkolasi pada pagi hari setelah mengukur curah hujan (pukul 07.00 WS). Curah hujan diamati dengan penakar hujan otomatis tipe Hellmann.

Tabel 1.  Dosis perlakuan pemupukan
Notasi
Urea (kg/ha)
TSP (kg/ha)
KCl (kg/ha)
P0
0
0
0
P1
200
100
100
P2
300
200
200
P3
400
300
300


HASIL DAN PEMBAHASAN

Total curah hujan dan hari hujan serta total perkolasi setiap perlakuan selama penelitian, disajikan dalam Tabel 2. Total curah hujan diukur mulai  1 April sampai dengan 31 Agustus 1992.  Total perkolasi  merupakan kumulatif  pengukuran  semenjak 1 April sampai 31 Agustus 1992.   Total perkolasi pada penutupan tanah dengan mulsa  50% dan 100% masing-masing 58,561 liter dan 62,966 liter yang keduanya tidak berbeda nyata, tetapi nyata  lebih tinggi dari jumlah air terperkolasi pada perlakuan tanpa mulsa (21,858 liter).


Tabel 2.  Total curah hujan, hari hujan,  total perkolasi dan total ruang pori selama penelitian




Dari data yang disajikan terlihat bahwa  tanah yang terbuka jumlah air terperkolasi lebih rendah, berarti dapat diinterpretasikan  aliran permukaan lebih besar, walaupun tidak dilakukan pengukuran .  Hal ini dapat diduga karena butir hujan yang jatuh langsung pada permukaan  tanah menghancurkan agregat/butir tanah menjadi butir-butir halus seperti liat, debu dan pasir atau humus.  Penghancuran agregat-agregat ini merusak ruang pori, selanjutnya butir-butir halus yang terangkut  oleh air akan  menutup ruang pori. Sebagai akibatnya gerakan air kebawah menjadi terhalang, air lebih banyak bergerak dipermukaan atau menggenangi permukaan tanah dan hilang melalui penguapan.  Pada tanah tertutup mulsa peristiwa ini tidak terjadi bahkan pada 100% tertutup mulsa tanah terlindung dari pukulan hujan, air hujan dapat bergerak kebawah melalui pori-pori makro tanah  (Darsiman, et al,  1996).

Hal ini lebih disebabkan  karena laju perkolasi dipengaruhi oleh jumlah curah hujan dan hari hujan, artinya makin besar curah hujan makin besar perkolasi.  Dipihak lain mulsa mampu mempertinggi agregasi tanah serta mempertahankan  kapasitas memegang air yang cukup tinggi (Kohnke dan Bertrand, 1959;  Suwardjo dan Arsyad, 1981; Davies, 1975). Menurut laporan Dreibelbis (1963) pengaruh mulsa akan menciptakan keadaan kandungan air tanah dalam profil meningkat yang pada kesempatan lain kemungkinan mempengaruhi besarnya perkolasi.  Effendi dan Utomo (1985) melaporkan aplikasi mulsa berakibat tanah akan mempunyai kandungan air lebih tinggi  dibanding yang tanpa mulsa.
     
            Dengan kemampuan tanah mempertahankan kapasitas memegang air yang cukup tinggi, maka dengan datangnya hujan, tanah akan lebih cepat menjadi jenuh.  Jenuhnya tanah oleh air inilah yang menyebabkan  perkolasi, karena perkolasi akan terjadi apabila air yang masuk kedalam tanah melebihi maksimum tanah memegang air (Zuzel, Pikul dan Rasmussen, 1990).

Hubungan aplikasi mulsa dengan total perkolasi  memenuhi persamaan  Y = 26,612 + 0,395X dengan nilai r = 0,822, disajikan dalam Gambar 1.  Perlakuan peningkatan dosis pupuk N, P dan K secara statistik tidak berpengaruh terhadap total air terpekolasi, walaupun  secara visual terlihat makin tinggi dosis pemupukan makin rendah total perkolasi. Dan hubungan perlakuan pemupukan dengan  total perkolasi memenuhi persamaan     Y  = 55,196 - 4,919X dengan nilai r = 0,498. Hasil pengamatan suhu tanah selama penelitian disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3.  Pengamatan suhu tanah percobaan, sebagai perbandingan disajikan rataan suhu tanah berumput, dan suhu tanah gundul serta suhu udara selama penelitian berlangsung




Gambar 1. Hubungan antara alplikasi mulsa menutup permukaan tanah dengan total perkolasi

Gambar 2. Hubungan kombinasi pemupukan N,P dan K dengan total perkolasi

Gambar 3. Grafik suhu tanah selama penelitian


KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu tanah tertutup mulsa 100% dosis 10 ton/ha menunjukkan perkolasi air paling besar yaitu 62,966 liter, dan tanah tertutup mulsa 50% sebesar 58,561 liter, dan tanpa mulsa 21,858 liter. Artinya makin banyak tanah tertutup mulsa perkolasi akan mekain besar.  Dan makin banyak tanah tertutup mulsa suhu tanah makin rendah. Disarankan untuk konservasi tanah dan air dilokasi pertanaman tebu agar  menggunakan mulsa trash (daun tebu).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. H. Zainal Abidin, MS dan Bapak  Ir. Erwin Nya’k Akub, MS beserta staf, yang telah membantu sepenuhnya, sehingga memungkinkan terlaksananya penelitian ini.  Semoga Allah SWT akan membalasnya berlipat ganda. Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Baver, L. D., W. H. Gardner, and W. R.  Gardner. 1978.  Soil Phisics. 4th ed.  John Wiley and Sons. Inc. New York-Toronto.

Brown, P. L., and D. D. Dicky.  1970.  Losses of wheat straw residu under simulated field condition.  Soil Sci Soc Am Proc.  34:118-121.

Buckman, H. O., N. C. Brady.  1969.  The nature and properties of soil.  The Macmillan Co, New York.

Darsiman, B., S. G. Hutapea, dn J. M. Sitepu.  1991.  Metode prakiraan sifat hujan yang dikembangkan di Sumatera Utara.  Kongres II PERHIMPI dan Simposium III Meteorologi Pertanian Indonesia, Malang 1991. P.13

Davies, J. W.  1975.  Mulching effects on plant climate and yield.  Tech. Note No.136.  WMO No.388.  Geneva Switzerland. P.93.

Dreibelbis, F. R.  1963.  Land use and soil type effects on the soil moisture regimen in lysimeter and small watersheds. Soil Sci Soc Am Proc.        27:455-460.

Effendi, M., dan W. H. Utomo.  1985.  Pengaruh pengelolaan tanah dan pemberian mulsa terhadap sifat-sifat fisik tanah, perakaran dan produksi tanaman kedele. Pros. Kongres Nasional HITI, Bogor 10-13 Desember 1985.

Emerson, W. W.  1955.  The rate of water uptake of soil crumb at low suctions.    J. Soil Sci. 6:147-159.

Hillel, D.  1980.  Application  of soil phisics.  Academic Press.  Ins, New York.

Kohnke, H., and A. R. Bertrand.  1959.  Soil conservation.  Mc. Graw Hill Book Co. Inc., New York. P. 73.

Lal, R.  1976.  Influence of residue mulches and tillage methode in soil structure and infiltration rate in modification of soil structure.  In Emerson, W.W.,     R. D. Bond and A. R. Dexter (Ed).  Modification of soil structure.  John Wiley & Son.  Chichester. New York.  Brisbane.  Toronto. P. 393-429.

Suwardjo.  1981.  Peranan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah dan air pada lahan usahatani tanaman semusim.  Disertasi Doktor.  FPS. IPB, Bogor.

Suwardjo dan S. Arsyad.  1981.   Peranan sisa tanaman dalam konservasi tanah dan air pada Latosol (Oxisol) di Citayam (Depok).  Kongres HITI III, Malang.

Olson, T. C., and M. L. Horton.  1975.  Influences of early, delayed, and no mulch residue management on corn production.  Soil Sci Soc Am proc. 39:353-361.

Suparmin dan Supardjo.  1989.  Studi tentang pengembalian mulsa trash secara mekanis di pabrik gula Bungamayang.  Pros. Seminar budidaya tebu lahan kering Pasuruan. 23-25 Nopember 1988. P:707-715.

Unger, P. W., and J. J.  Parker.  1976.  Evaporation  reduction from soil with wheat, sorghum, and cotton residues,  Soil Sci Soc Am J. 40:938-942.

Zuzel, J. P., L. Pikul, Jr., and  P. E. Rasmussen.  1990.  Tillage and fertilizer effects on water infiltration.  Soil Sci Soc Amer. J. 54:205-208.


Blog, Updated at: 01:49:00

0 komentar:

Popular Posts